Minggu, 07 Maret 2010

Penutupan Jalur Pendakian Gunung Salak Diperpanjang

Penutupan Jalur Pendakian Gunung Salak Diperpanjang
Kamis, 04 Maret 2010 11:59 WIB
Penulis : Dede Susanti
BOGOR--MI: Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) memperpanjang penutupan jalur pendakian Gunung Salak dan Kawah Ratu. Ini merupakan yang kedua kali setelah sebelumnya waktu penutupan ditambah satu bulan dari pemberitahuan penutupan Januari lalu.

Perpanjangan penutupan ini berdasarkan surat edaran Nomor 83/IV-T-13/BCA/2010 yang ditandatangani Bambang Supriyanto, Kepala Balai TNGHS. Di surat itu juga disebutkan bahwa TNGHS telah mengeluarkan surat edaran tentang pendakian Gunung Salak dan Kawah Ratu sebagai petunjuk dan tata cara dalam pendakian Gunung Salak dan Kawah Ratu yang memenuhi ketentuan keselamatan pengunjung dan ekosistem hutannya.

Alasan perpanjangan penutupan tersebut setelah Balai TNGHS mengevaluasi kondisi cuaca dimana saat ini masih pada musim penghujan yang juga disertai angin kencang. Perpanjangan masa penutupan jalur ini berlaku hingga 31 Maret mendatang.

"Selain karena cuaca buruk, perpanjang ini juga evaluasi setelah kejadian sempat hilangnya sejumlah pendaki/mahasiswa asal Jogja," kata Wawan salah seorang pemandau di Balai TNGHS saat menyampaikan surat pemberitahuan tersebut ke Kantor Kecamatan Pamijahan, Kamis (4/3).

Ia menyebutkan untuk kawasan Gunung Salak dan Kawah Ratu banyak jalur tikusnya. Makanya perlu diwaspadai.

"Pengawasan selalu dilakukan, hanya saja di sini banyak jalur tikus, dan banyak para pendaki illegal, seperti yang beberapa waktu lalu itu," katanya. (DD/OL-06)
Surabaya (ANTARA News) - Masyarakat yang tinggal di sebelah tenggara kawah Gunung Semeru diminta mewaspadai guguran lava.

"Masyarakat yang tempat tinggalnya berada di 4 kilometer sebelah tenggara kawah Junggling Saloko (nama lain kawah Gunung Semeru) harus mewaspadai guguran lava," kata Kepala Subbagian Pengamatan Gunung Api, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Agus Budiyanto, saat dihubungi dari Surabaya, Sabtu malam.

Menurut dia, sejak Jumat (5/3) sore, aktivitas letusan di Gunung Semeru terus mengalami peningkatan. "Pertumbuhan kubah lava terus meningkat. Hal ini yang menyebabkan guguran lava mengarah ke tenggara," katanya.

Pihaknya sudah mengirimkan surat kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur dan Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru agar meningkatkan kewaspadaan terutama dalam hal mitigasi.

Surat tersebut untuk mengingatkan masyarakat sekitar dan pemerintah daerah agar tidak terlena karena sejak Maret 2009, gunung dengan ketinggian 3.676 meter dari permukaan laut itu relatif tenang.

Meskipun sampai saat ini status Gunung Semeru adalah Waspada (Level II), saran dia, upaya yang dilakukan oleh pemerintah sudah harus disesuaikan dengan prosedur status Siaga (Level III).

"Peningkatan bereskalasi tinggi ini bukan tidak mungkin akan meningkatkan status Gunung Semeru," kata Agus.

Ia menjelaskan, peningkatan aktivitas gunung yang sebagian besar berada di wilayah Lumajang itu teramati sejak Desember 2009.

"Sampai saat ini kegempaan letusan di Gunung Semeru sudah di atas 70 kali per hari," kata Agus mengungkapkan.

Sementara itu, Sumarna, petugas bagian informasi Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, mengaku telah menerima surat dari PVMBG.

"Kami sudah menutup jalur pendakian menuju kawah Semeru itu sejak 4 Januari lalu. Dan kemungkinan baru bisa dibuka kembali April mendatang setelah ada evaluasi dari PVMBG," katanya. (T.M038/A038)

COPYRIGHT © 2010

Waspadai Guguran Lava Gunung Semeru

urabaya (ANTARA News) - Masyarakat yang tinggal di sebelah tenggara kawah Gunung Semeru diminta mewaspadai guguran lava.

"Masyarakat yang tempat tinggalnya berada di 4 kilometer sebelah tenggara kawah Junggling Saloko (nama lain kawah Gunung Semeru) harus mewaspadai guguran lava," kata Kepala Subbagian Pengamatan Gunung Api, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), Agus Budiyanto, saat dihubungi dari Surabaya, Sabtu malam.

Menurut dia, sejak Jumat (5/3) sore, aktivitas letusan di Gunung Semeru terus mengalami peningkatan. "Pertumbuhan kubah lava terus meningkat. Hal ini yang menyebabkan guguran lava mengarah ke tenggara," katanya.

Pihaknya sudah mengirimkan surat kepada Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Timur dan Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru agar meningkatkan kewaspadaan terutama dalam hal mitigasi.

Surat tersebut untuk mengingatkan masyarakat sekitar dan pemerintah daerah agar tidak terlena karena sejak Maret 2009, gunung dengan ketinggian 3.676 meter dari permukaan laut itu relatif tenang.

Meskipun sampai saat ini status Gunung Semeru adalah Waspada (Level II), saran dia, upaya yang dilakukan oleh pemerintah sudah harus disesuaikan dengan prosedur status Siaga (Level III).

"Peningkatan bereskalasi tinggi ini bukan tidak mungkin akan meningkatkan status Gunung Semeru," kata Agus.

Ia menjelaskan, peningkatan aktivitas gunung yang sebagian besar berada di wilayah Lumajang itu teramati sejak Desember 2009.

"Sampai saat ini kegempaan letusan di Gunung Semeru sudah di atas 70 kali per hari," kata Agus mengungkapkan.

Sementara itu, Sumarna, petugas bagian informasi Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, mengaku telah menerima surat dari PVMBG.

"Kami sudah menutup jalur pendakian menuju kawah Semeru itu sejak 4 Januari lalu. Dan kemungkinan baru bisa dibuka kembali April mendatang setelah ada evaluasi dari PVMBG," katanya. (T.M038/A038)

COPYRIGHT © 2010

Pendakian Internasional Gunung Rinjani Juni 2010

Mataram (ANTARA News) - Kegiatan pendakian internasional Gunung Rinjani di Pulau Lombok Nusa Tenggara Barat (NTB), dijadwalkan Juli 2010, yang akan melibatkan para pendaki dalam jumlah lebih banyak dan berasal dari berbagai negara.

"Saya sudah seringkali mengkoordinasikan persiapan pendakian internasional itu di Jakarta dan sudah ditetapkan jadwalnya Juli mendatang," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata NTB Lalu Gita Ariadi di Mataram, Selasa.

Ariadi mengatakan, penyelenggara kegiatan pendakian internasional Gunung Rinjani itu merupakan panitia bentukan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Kementerian Kehutanan (Kemhut).

Gunung Rinjani merupakan bagian dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen PHKA Kemhut, yang dikelola oleh Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR).

"Kami sudah berkoordinasi dan sekarang tinggal menunggu realisasinya pada Juli mendatang, jika dibutuhkan peran RTMB (Rinjani Tracking Management Board) kami siap menyukseskannya," ujar Ariadi yang juga Ketua RTMB periode 2008-2013.

RTMB merupakan pengelola kegiatan pendakian Gunung Rinjani sebuah badan lintas sektoral yang melibatkan unsur pemerintah, swasta, masyarakat dan pelaku pariwisata.

Gunung Rinjani merupakan gunung api tertinggi kedua di Indonesia setelah Gunung Kerinci (3.800 meter) yang terletak di Sumatra, merupakan geowisata yang ramai dikunjungi wisatawan, baik nusantara maupun mancanegara.

Potensi geowisata itu berupa panorama kaldera, danau, puncak, kawah, air terjun, mata air panas, goa, sejarah letusan, lubang letusan dan aliran lava baru sehingga tengah diusulkan menjadi geopark pertama di Indonesia.

Gunung berapi yang tingginya mencapai 3.726 meter dari permukaan laut (dpl), akan dijadikan geopark atau taman bumi pertama di Indonesia atau geopark ke-54 yang tersebar di 17 negara di dunia.

Sejak dikelola RTMB, Rinjani telah beberapa kali meraih penghargaan nasional maupun internasional antara lain World Agency Award 2004 dan Tourism For Tomorrow Awards pada tahun 2006 dan 2008.

Musim pendakian Gunung Rinjani dimulai pertengahan April hingga awal Desember sesuai kondisi cuaca.

Jalur pendakian hingga mencapai Danau Segara Anak dapat melalui dua jalur resmi yakni jalur pendakian Senaru dengan waktu tempuh 7-10 jam berjalan kaki karena jaraknya kurang lebih delapan kilometer, dan jalur Sembalun dengan waktu tempuh relatif sama yakni 8-10 jam.

Pengunjung yang sudah berada di Pelawangan masih membutuhkan waktu 4-5 jam untuk menggapai puncak Gunung Rinjani melalui jalur pendakian yang ditetapkan, namun melewati kawasan hutan.
(ANT/B010)

COPYRIGHT © 2010

Adhyaksa Jadi Aktivis Lingkungan
Adhyaksa Dault (ANTARA)
Cianjur (ANTARA News) - Mantan Menpora Adhyaksa Dault menyatakan, untuk sementara dirinya meninggalkan dunia politik untuk menekuni kegiatan lingkungan dengan menjadi Ketua Umum Vanaprastha, organisasi yang berdiri sejak 1976.

"Tidak berpolitik dulu. Saya mau perhatikan masalah lingkungan hidup yang dulu pernah saya jalani," kata Adhyaksa di sela pengukuhan pengurus Vanaprastha periode 2010-2013, di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Cianjur, Jawa Barat, Sabtu.

Hadir pada acara tersebut beberapa aktivis lingkungan, seperti Iwan Abdulrahman (Abah Iwan), Herman Lantang, dan Soleh Sudrajad, serta pegiat Wanadri.

Pada acara tersebut artis Marcella Zalianty dan Olivia Zalianty menjadi anggota kehormatan Vanaprastha.

Saat ini Adhyaksa juga anggota kehormatan organisasi pencinta alam Wanadri.

Adhyaksa mengatakan, ia menggeluti lingkungan hidup karena prihatin dengan kondisi lingkungan saat ini, terutama kondisi hutan.

"Hutan semakin memprihatinkan karena luasannya semakin berkurang dari tahun ke tahun," kata mantan Ketua Umum Komite Nasional Pemuda Indonesia itu.

Kegiatan yang akan dilakukan dalam waktu dekat, katanya, adalah melakukan gladian atau pertemuan nasional para pecinta lingkungan hidup, termasuk yang berasal dari SMA.

Adhyaksa mengatakan, ia akan memotivasi generasi muda untuk mencintai lingkungan dengan berbagai kegiatan seperti napak tilas, gerak jalan, dan kegiatan menanam pohon.

Adhyaksa yang kini juga mengajar S3 di Universitas Diponegoro itu mengatakan, ia tidak tiba-tiba menjadi pencita alam atau lingkungan.

Adhyaksa mengatakan, ia sudah sejak SMA aktif menjadi pecinta alam, antara lain sering naik Gunung Gede Pangrango, bahkan pernah tersesat hingga dua hari.

Sementara itu Abah Iwan mengatakan, dengan mengurusi lingkungungan, Adhyaksa tidak turun jabatan dan tugas.

Dia mengatakan, mengurus lingkungan sangat penting jika dilaksanakan dengan penuh komitmen dan tanggungjawab.

(T.U002/R009)

Muncul Setelah Sebulan Hilang

UMAT, 05 MARET 2010 | 00:19 WITA | 1690 Hits
Share |

Muncul Setelah Sebulan Hilang
MASAMBA -- Dua dari lima pendaki dari Kelompok Pencinta Alam Sawerigading (Kapas) Kota Palopo yang dinyatakan hilang di Gunung Kambuno Kecamatan Seko, Kabupaten Luwu Utara, 30 Januari lalu secara mengejutkan muncul di Kecamatan Rampi, Kamis 4 Maret.

Kedua pendaki tersebut yakni Jumadil alias Heru, 21, dan Puja Saputra, 21. Mereka muncul sekira pukul 17.30 di belakang rumah warga di Desa Leboni --daerah yang berbatasan Kabupaten Mamuju Utara, Sulawesi Barat, dan Sulawesi Tengah itu.

Warga yang melihat dua pendaki ini berjalan tergopoh-gopoh langsung mengamankan dan mengkonfirmasikan ke Posko Induk Pencarian Kambuno di Kecamatan Sabbang, Lutra menggunakan radio amatir.

Koordinator Posko Induk Pencarian Kambuno, Oghi, yang dikonfirmasi malam tadi membenarkan hal itu. Menurutnya, warga yang melihat dua orang ini langsung mengevakuasi ke rumahnya dan menghubungi posko induk pencarian.

"Sudah kita pastikan ke warga di Desa Lebone menggunakan radio amatir dan dua orang yang muncul di sana yakni Jumadil dan Puja. Perlu saya perjelas mereka bukan ditemukan tapi muncul sendiri," ujarnya.
Kondisi kesehatan Jumadil, menurut Oghi, sangat memprihatinkan.

Sedangkan Puja yang mengaku mencari jalan keluar dari hutan Gunung Kambuno itu juga kondisinya masih lemas. Dia mengaku untuk keluar dari hutan itu, harus melalui pendakian dan jalan terjal.

Berdasarkan penuturan Puja ke posko induk pencarian, dia tersesat karena berpisah dengan tiga orang rekan lainnya di Gunung Kambuno, yakni, Ansar, 22, Ahmad Pasau alias Kars alias Aldi, 21, dan Cakra Pradipta, 22.

Puja maupun Jumadil hingga kemarin juga belum bisa memastikan kondisi tiga rekan mereka. Hingga malam tadi, Jumadil dan Puja masih sementara dirawat di Desa Lebone oleh warga setempat. Rencananya mereka akan segera dievakuasi dari desa itu menggunakan jalur udara.

"Kita sementara komunikasikan dengan beberapa pihak untuk segera mengevakuasi mereka mengingat kondisi kesehatannya memprihatinkan," ujar Oghi.

Komandan Kodim 1403 Sawerigading, Kol Inf Dede Indrazat mengatakan akan segera mengupayakan bantuan perlengkapan evakuasi menggunakan jalur udara. “Ojek tidak memungkinkan dengan kondisi dua pendaki ini,” ujarnya.

Kapolres Luwu Utara, AKBP Choirut Touchid, juga membenarkan munculnya dua pendaki ini. Pihaknya juga sementara mengupayakan untuk segera melakukan evakuasi dari daerah terjauh di Kabupaten Lutra tersebut.

Sementara itu pihak keluarga Jumadil dan Puja langsung menyambut baik kabar tersebut. Mereka bahkan akan segera berangkat ke Posko Induk Pencarian untuk menunggu tim evakuasi mendatangkan dua orang ini dari Kecamatan Rampi. "Saya akan ke Sabbang untuk menjemputnya," ujar seorang kerabat Puja, Baim.

Sementara itu rekan korban, Agus Salim, yang juga Ketua Forum Pencinta Alam Palopo, mengatakan munculnya dua rekannya ini di Kecamatan Rampi sebagai hal yang cukup mengejutkan. Pasalnya medan dan jarak yang harus dilalui dari Gunung Kambuno ke Kecamatan Rampi cukup berat.

"Itu menunjukkan kemampuan survival keduanya cukup tangguh untuk bertahan di hutan hingga 32 hari lamanya," ujarna. (man)

Dua Pendaki Langsung Masuk RS

Setelah Tiba di Kota Palopo
KOMPAS.COM/GETTY IMAGES/PETER MACDIARMID

TELANJANG - Pendaki gunung telanjang, Steven Gough, beraksi di Lands End, Inggris. Pemerintah Swiss melarang pendaki mendaki tanpa busana.
Artikel Terkait:
Senin, 8 Maret 2010 | 02:04 WITA

Palopo, Tribun - Dua anggota Kapas Palopo, Puja Syahputra dan Achmad Pasau, yang sebelumnya sempat hilang selama satu bulan di Pegunungan Kambuno, Kecamatan Seko, Kabupaten Luwu Utara (Lutra), akhirnya tiba di Palopo, Sabtu (6/3).

Keduanya langsung dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Sawerigading, Palopo. Sebelum dibawa ke Palopo, Puja dan Achmad sempat dirawat di Puskesmas Rampi, Lutra.
Kondisi fisik keduanya cukup memprihatinkan, karena selama satu bulan hanya makan dedaunan dan binatang.
Selain luka goresan, hampir di sekujur tubuh keduanya terdapat luka bekas gigitan lintah.
Dari Rampi, keduanya lalu dievakuasi ke Masamba menggunakan pesawat udara. Selanjutnya Puja dan Aldy dibawa ke Palopo dengan menggunakan mobil ambulans.

Kecewa

Sebelumnya, beredar kabar bahwa kedua pendaki yang ditemukan adalah Puja dan Jumadil. Namun ternyata yang ditemukan bukan Jumadil, tapi Aldy.
Asri Jamal, ayah Jumadil, yang telah berada di Palopo sejak awal pencarian merasa kecewa karena ternyata yang ditemukan bukan anaknya. "Sangat kecewa, Nak," kata Asrti kepada wartawan saat mengetahui yang ditemukan bukan anaknya.
Warga Desa Pakue, Kecamatan Pakue Utara, Kabupaten Lasusua Utara, Sulawesi Tenggara, ini bahkan nyaris pingsan di Bandara A Djemma saat proses penjemputan berlangsung.
Hingga kemarin, masih tersisa tiga pendaki yang belum ditemukan, yakni Anzar, Jumadil, dan Cakra Pradikta.
Kelimanya mendaki Gunung Kambuno sejak tanggal 31 Januari. Seharusnya mereka telah kembali ke Palopo sejak 5 Februari.
Ratusan tim pencari yang berasal dari gabungan kelompok pencinta alam (KPA) se-Luwu Raya dan Makassar terus melakukan pencarian. Pencarian yang sebelumnya difokuskan di Pegunungan Kambuno, dialihkan ke daerah Rampi.
Hal itu sesuai dengan petunjuk Puja yang mengaku terakhir bersama tiga rekannya itu di daerah aliran sungai yang menuju Kecamatan Rampi. "Pencarian saat ini difokuskan ke daerah Rampi," kata ketua posko pencarian, Oghi. (wd)

Tribun Timur